MasaDepan Islam. Nasib umat Islam dunia yang kini menjadi mayoritas di antara masyarakat global, berada di simpang jalan. Bila menggunakan kacamata sejarah, fenomena serupa pernah terjadi sebelumnya. Bahkan berlangsung nyaris satu milenium sejak era Nabi Muhammad SAW hingga dipungkasi peradaban Islam Andalusia yang saat itu menjadi permata dunia. Foto AP/Armando Franca. Guardiola menegaskan, pemain bintang bisa pergi jika klub mendapatkan tawaran bagus. REPUBLIKA.CO.ID, MANCHESTER -- Pelatih Manchester City Pep Gurdiola meragukan masa depan Bernardo Silva di Etihad. Gelandang internasional Portugal itu menjadi incaran Paris Saint-Germain (PSG) dan Barcelona pada musim panas ini. Karenacakupan pengkajian mengenai Umat Islam dan Masa Depan Tatanan Dunia Global. begitu luas, maka makalah ini hanya terfokus ke dalam pembahasan sesuai dengan pengetahuan dan referensi yang kami dapatkan. Dewasa ini peradaban dunia secara keseluruhan berada dalam tatanan global yang secara mendasar ditopang oleh perkembangan teknologi dapatmemberi informasi yang paling berharga mengenai pasangan hidup masa depan di dunia, serta membantu peserta didik dalam mempersiapkan kebutuhan yang esensial untuk menghargai perubahan. Pernyataan senada juga dikemukakan oleh Harold G. Shane, menurutnya: 1. Pendidikan adalah cara memperkenalkan peserta didik pada keputusan soal yang timbul. 2. MASADEPAN FILSAFAT ISLAM PASCA IBNU RUSYD Proposal Tesis Tesis Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang Pemikiran Islam pada Program Pascasarjana UIN Alauddin Makassar Oleh: BURHANUDDIN NIM: 80100211073 Promotor Dr. Muh. Sabri AR., M.Ag. Dr. H. Muh. Natsir, M.A. PROGRAM PASCASARJANA Agama Ilmu, dan Masa Depan Manusia. Agama dan ilmu dalam beberapa hal berbeda, namun pada sisi tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan ( ritual ), cenderung ekslusif, dan subjektif. Sementara ilmu selalu mencari yang baru, tidak terlalu terikat dengan etika, progresif, bersifat . Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Perkembangan Ekonomi Islam baik di Indonesia maupun seluruh dunia secara luas telah mempunyai peluang yang sangat besar. Penganut agama Islam di seluruh dunia mencapai 1,8 Miliar dan banyak negara dengan mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Diluar potensi dari sisi pemeluk agama Islam, ekonomi dan keuangan Islam saat ini tengah mengalami perkembangan yang pesat. Selain itu banyak juga perusahaan-perusahaan yang menerapkan aspek-aspek syariah dalam operasionalnya. Namun apakah potensi ini tetap menjadi potensi? Apakah yakin perkembangan ekonomi Islam saat ini akan terus berlanjut? Ahmed El-Ashker dan Rodney Wilson dalam bukunya Islamic Economic A Short History menyebutkan ada 4 syarat keberhasilan ekonomi Islam yaitu tingkat kepatuhan terhadap norma dan cita-cita Islam; negara Islam yang kuat secara politik; kurangnya permusuhan dari mesin politik terhadap Islam secara internal dan secara eksternal; kemampuan Islam beradaptasi terhadap perubahan baru dalam masyarakat secara teknologi dan lainnya; dan menjadi penyelesai masalah-masalah ekonomi saat ini berdasarkan pemikiran Ekonomi pertanyaan selanjutnya sudahkan Ekonomi Islam saat ini telah memenuhi syarat tersebut? Di Indonesia sendiri ekonomi Islam saat ini tengah berupaya untuk berjaya di masa depan. Sudah banyak berdiri lembaga-lembaga keuangan yang berlabelkan syariah seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan lain-lain. Namun dalam prakteknya saat ini, cita-cita Islam dalam lembaga tersebut kurang nampak, misalnya produk pembiayaan murabahah yang notabennya menggunakan margin lebih banyak digunakan daripada produk mudhorobah yang menjadi ciri khas ekonomi Islam. Hal tersebut karena mayoritas nasabah bank syariah adalah perorangan sehingga aset yang mengalir ke bank syariah juga tidak seberapa jika dibandingkan bank yang mempunyai banyak nasabah korporasi. Namun cita-cita Islam tidak hanya dihitung dari berapa banyak aset bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya, tapi kepatuhan norma dan cita-cita Islam dapat dilihat dari bagaiman pihak-pihak yang memutuskan memilih syariah mengimplementasikan pilihannya pada kehidupan sehari-hari tidak hanya dalam hal memilih bank nya Indonesia telah membentuk lembaga untuk mendukung ekonomi Islam seperti DSN-MUI yang mengatur Dewan Pengawas Syariah DPS yang menjadi pondasi berlakuknya prinsip syariah dalam LPS,LKS, dan LBS. Studi ekonomi Islam juga banyak bermunculan di Indonesia. Saat ini juga banyak universitas baik negri maupun swasta yang memiliki program studi Ekonomi Islam, forum-forum yang membahas ekonomi Islam secara nasional dan internasional juga banyak dilakukan. Namun, ada kritikan dari Sardar 1985 penulis saat ini banyak menggunakan "prespektif Islam" dalam tulisannya, misalnya perbankan dalam prespektif Islam. jika hal tersebut terus berlanjut, maka ekonomi Islam hanya akan menjadi alternatif lain dari ilmu ekonomi. Denagn peluang dan kesempatan diatas masa depan ekonomi Islam berada ditangan generasi saat ini. Penerus ini mempunyai tugas-tugas yang harus diselesaikan agar masa depan ekonomi Islam cerah, seperti peningkatan literasi dan kesadaran masyarakat akan ekonomi Islam, studi-studi ekonomi islam yang sesuai perkembangan zaman dan teknologi saat ini. Selain itu pejuang-pejuang yang siap memperjuangkan ekonomi Islam sudah harus banyak bertebaran pada sektor-sektor perekonomian, pemerintahan, dan bidang lain. Negara manakah yang akan terlintas dalam pikiran kita saat bicarakan Ekonomi Islam? Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya loading... Islam Indonesia akan menjadi panutan dunia di masa depan menurut KH. Cholil Nafis , Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia MUI. KH Cholil Nafis yakin ke depannya Indonesia akan menjadi kiblat di tingkat global, banyak negara yang akan banyak belajar dari yang dinamis antaragama ada di Indonesia memang patut menjadi contoh. Seperti apa Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU melihat potensi besar dakwah di negara ini? Simak wawancara Koran SINDO dengan KH. Cholil Nafis di kantornya beberapa waktu Kiai melihat dakwah di Indonesia secara umum?Di Indonesia banyak tipe sesuai zaman, pernah hadir dakwah dengan narasi cerdas dan tetap menghibur seperti yang dibawakan KH. Zainuddin MZ. Masa sebelumnya malah da'i dikatakan hebat jika melawan rezim, zamannya dai Syukron Mahmun. Saat Indonesia dilanda krisis, masyarakat mencari sosok yang dapat melembutkan hati ada Aa Gym. Suasana masyarakatnya membutuhkan adem ayem. Setelah krisis lama Indonesia kembali butuh hiburan namun masih yang mencerahkan. Booming artis yang berdakwah sepeti Uje, beliau ceramah sambil menghibur dengan nyanyian. Baca Juga Terjadi pergeseran pemikiran juga pada masyarakat Indonesia, ustad itu bukan pekerjaan sampingan lagi. Muncul ustaz yang juga berbisnis seperti Yusuf Mansyur. Ustaz di Indonesia tampak populer juga kaya dengan banyak massa hingga menguasai media. Sampai akhirnya dilirik politik untuk menaikkan dunia dakwah di Tanah Air sudah seperti ini, masyrakat mulai jenuh ingin mengaji kembali. Muncul ustaz yang bukan 'berwajah entertaint' tetapi punya nilai keilmuan muncul Abdul Somad, Adi Hidayat, Khalid Basalamah dan lainnya. Perbedaan mereka tidak mewakili organisasi masyarakat ormas manapun bahkan cenderung melawan ormas. Di sini ada perlawanan ormas karena mereka lembaga mapan dihantam oleh perorangan. Tidak heran jika Ustaz Abdul Somad sempat ditolak cermah di sejumlah tempat, itulah sentimen ormas. Mereka membawa diri mereka pribadi dan juga aliran, jika dulu politik aliran sekarang menjadi ustaz kini ormas menguat kembali, kelebihan ormas yakni pada aliran yang matang secara agama dan bernegara, sangat menjaga NKRI. Tugas MUI memayungi mereka, karena kami paham, kelompok non ormas potensial hingga 40% atau mereka yang berafiliasi ke ormas 60 % adalah massa di tengah apa tugas MUI meyatukan para pendakwah in? Apa yang dibangun oleh ormas kami persilakan tetapi di luar ormas atau mereka yang di tengah kami wadahi dengan pola pembinaan dakwah yang kami lakukan dengan nama standarisasi. Bukan sertifikasi, jika sertifikasi mereka memiliki efek profesionalisme yang berkaitan dengan bayaran. Sebab, tidak semua profesinya penceramah. Maka bukan sertifikasi, karena nanti ada akibat konsekuensi anggaran dia tidak bisa ceramah kecuali ada sertifikatnya seperti halal. Maka menggunakan standardisasi, artinya standar keagamaan, standar nasionalisme dan standar para dai yang di luar ormas, apakah sudah berjalan menjangkau mereka karena mereka di luar kendali ormas? Apakah ada sistem di MUI agar mereka mau mengikuti apa yang direncakan MUI ini?Para dai di luar ormas memang justru memang lebih banyak karena akhir-akhir lahir beberapa hal yang terjadi kepada ustaz-ustaz ini baik penghadangan dan lainnya. Sehingga mereka khawatir bagian dari stigma buruk. Sebelum mereka ceramah, sudah lebih dahulu diserang di media tidak mau seperti itu maka dia akhirnya mau dibina oleh MUI. Untuk berafiliasi dengan sebuah ormas membutuhkan waktu lama, memang ini harapan kami mereka yang belum terekrut. Kami sudah percaya jika mereka sudah bergabung dengan ormas, kami tinggal berkoordinasi dengan pimpinannya. Tetapi seperti mualaf yang tidak berafiliasi dengan ormas perlu kami sadarkan mengenai keagamaan, bagaimana nasionalisme. Sebab, terkadang ada kegoncangan batin karena baru menjadi Islam yang juga terkadang menjadi militan. Semangat para mualaf sangat berapi-api tetapi tidak cukup ilmu dan pengalaman. Seorang mualaf boleh bercerita mengenai hidayah yang datang padanya tetapi belum waktunya dia mengajarkan soal ajaran pendapat Anda soal politik identitas yang membawa agama di dalamnya?Identitas politik dihilangkan itu mustahil, tidak masuk akal. Kita ini dibangun dengan semangat jihad membela NKRI masing-masing agama sebagai spirit untuk meraih kemerdekaan. Komunikasi publik itu perlu clear karena bahasa simbolis. tidak bisa dijelaskan perlu clear. Ke depannya, politik identitas ada tetapi Anda melihat Islam di Indonesia ke depan? Optimistiskah Islam akan semakin memberi peran penting dalam kehidupan suatu negara? Abdullah, M. Amin, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1995 ________, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1996 ________, Multidisiplin, Interdisiplin, dan Transdisiplin Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer, Yogyakarta IB Pustaka, 2020 Ahmed, Akbar S., “Ibn Khaldun’s Understanding of Civilization and the Dilemmas of Islam and West Today,” The Middle East Journal, Vol. 56, No. 1. Winter, 2002 Amin, Samir, “The Future of Global Polarization,” dalam Johannes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed.. Ashroft, Bill, Post-Colonial Transformation, London Routledge, 2001 Bagghi, Kumar, “Globalisation India a Critique an Agenda for Financiers and Speculators,”; Kwan-Yeon Shin, “Globalisation and Class Politic in South Korea,” dalam Johannes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed., Globalisation and Social Change, 119-178. Birch, Anthony H., The Concepts and Theories on Modern Democracy, London Routledge, 2001 Bustaman-Ahmad, Kamaruzzaman, “Hubungan Agama dan Negara Pengalaman Indonesia Bahagian Pertama, PEMIKIR Membangun Minda Berwawasan, No. 30, Oktober-Desember 2002 ________, Satu Dasa Warsa the Clash of Civilizations Membongkar Politik Amerika di Pentas Dunia, Yogyakarta Ar-Ruzz, 2003. Carter, April, The Political Theory of Global Citizenship, London Routledge, 2001. Esposito, John L., “Clash of Civilization? Contemporary Images of Islam in the West,” dalam Gema Martin Munoz ed., Islam, Modernism and the West Cultural and Political Relations at the End of the Millenium, New York Tauris, 1999, 94-108. Fakih, Mansour, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta Pustaka Pelajar dan INSIST, 2001 Fukuyama, Francis, The Great Disruption Human Nature and the Reconstruction of Social Order, New York The Free Press, 1999 Golzani, Mehdi, Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an, Bandung Mizan, 2003 Guiderdoni, Bruno, “How Did the Universe Begin? Cosmology and Methaphysics for the XXIst Century,” Makalah disampaikan dalam International Conference of Religion & Science in the Post-Colonial World,” Yogyakarta, 2-5 Januari 2003 Hafez, Kai, “Islam and the West The Clash of Politicised Perceptions,” dalam Kai Hafez ed., The Islamic World and the West An Introduction to Political Cultures and International Relations, Leiden Brill, 2000 Harvey, David, “Globalisation in Question,” dalam Johannes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed. “Introduction Globalisation or the Coming of Age of Capitalism,” dalam Johanes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed., Globalisation and Social Change, London and New York Routledge, 2000 Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik,Jakarta Paramadina, 1996. ________, “Hermeneutical Problems of Religiuos Language,” Al-Jami’ah, No. 65 2000 Hittleman, James H., “The Future of Globalisation” makalah dalam The Pok Rafaeh Chair Public Lecture, Institut Kajian Malaysia dan Antarbangsa, Universiti Kebangsaan Malaysia, 10 Agustus 1999. Hittleman, James H., dan Othman, Norani ed., Capturing Globalisation, New York Routledge, 2001, 1-16. Diakses 30 Juni 2021, Huntington, Samuel P., The Clash of Civilization and the Remaking of World Order, New York Touchstone Books, 1998 Ismail, Mohammad Saleh, “IT Usage Challenges and Opportunies in Globalisation”, Symbiosis Technology Park Malaysia, October 2001 Jaaffar, Johan, “Cabaran Media Hari ini Antara Kebenaran dan Wibawa Moral,” PEMIKIR, Oktober-Desember 2000 159-206. Jenie, Umar A., “Relation Between Islamic Ulamas and Scientist From Conflict to Dialogue,” Makalah disampaikan dalam International Conference of Religion & Science in the Post-Colonial World,” Yogyakarta, 2-5 Januari 2003 Kung, Hans, Etika Ekonomi-Politik Global Mencari Visi Baru bagi Kelangsungan Agama di Abad XXI, terj. Ali Noer Zaman, Yogyakarta Qalam, 2002 Leksono-Supelli, Karlina, “Cosmology and the Quest for Meaning,” Makalah disampaikan dalam International Conference of Religion & Science in the Post-Colonial World,” Yogyakarta, 2-5 Januari 2003. Levine, Mark, “Muslims Responses to Globalisation”, ISIM Newsletter, No. 10 2002 Lubeck, Paul M., “The Islamic Revival Antinomies of Islamic Movements Under Globalization,” dalam Robin Cohen dan Shirin M. Rai ed., Global Social Movements, New Jersey The Athlone Press, 2000 Maarif, A. Syafii, “Dunia Sedang Memasuki Era Baru Internasionalisme Amerika,” Panjimas, September 2003 Mahrus, “Kontroversi Produk Rekayasa Genetika yang Dikonsumsi Masyarakat,” Jurnal Biologi Tropis, Vol. 14 No. 2 Juli, 2014 108-119. Malik, Ghulam Farid, “Efforts of the Moslem Communities to Apply the Qur’anic Values towards World Peace A Historical Perspective,” dalam Azhar Arsyad, Jawahir Thontowi, dan M. Habib Chirzin ed., Islam & Perdamain Global, Yogyakarta Madyan Press, The Asia Foundation dan IAIN Alauddin Makassar, 2002 Martin, Richard C. ed., Approaches to Islam in Religious Studies, Arizona The University of Arizona Press, 1985; Taufik Abdullah dan M. Ruslim Karim ed., Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta Tiara Wacana, 1989. Masud, Muhammad Khalid ed., Travellers in Faith Studies of the Tablighi Jama’at as a Transnational Islamic Movement for Faith Renewal, Leiden Brill. 2000. McMichael, Philip, “States and Governance in the Era of Globalisation,” dalam Johannes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed.. “Introduction Globalisation or the Coming of Age of Capitalism,” dalam Johanes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed., Globalisation and Social Change, London and New York Routledge, 2000. Meuleman, Johan Hendrik, “Tradition and Renewal with Islamic Studies in South-East Asia The Case of the Indonesian IAINs” in Islamic Studies in ASEAN – Presentations of an International Seminar College of Islamic Studies, Prince of Songkhla University, Pattani, 2000, 283-99 Mohamad, Mahathir, The Issue and Challenges in the 21st Century,” Symbiosis Technology Park Malaysia, Oktober 2001 ________, Globalisation and the New Realities, Selangor Pelanduk, 2002 Mohammed Abed al-Jabiri, “Contemporary Arab Views on Globalisation” dalam Muniron, “Pandangan Al-Ghazali tentang Ittihad dan Hulul” Paramadina, Vol. 1, No. 2 1999 Murata, Sachiko, “Pengalaman Saya Mengajar Islam di Barat,” Ulumul Qur’an, Vol. V, No. 2 1994 Pasiak, Taufiq, Tuhan dalam Otak Manusia Mewujudkan Kesehatan Spiritual Berdasarkan Neurosains, Bandung Mizan, 2012 Prasetyo, Hendro, dan Munhanif, Ali, dkk., Islam dan Civil Society Pandangan Muslim Indonesia, Jakarta Gramedia dan PPIM IAIN Jakarta, 2002. Rakhmat, Jalaluddin, “Tuhan yang Disaksikan Bukan Tuhan yang Didefenisikan,” Paramadina, Vol. 1, No. 1 1989 Rizvi, Fazal, “Debating Globalization and Education After September 11”, Comparative Education, Vol. 40, No. 2, Special Issue 28 Postcolonialism andComparative Education May, 2004 157-171 Rochmat, Saefur, “Studi Islam di Indonesia Era Millenium Ketiga,” Millah Jurnal Studi Agama, Vol. 2, No. 1 2002 37-49. Rundell, Michael, ed., Macmillan English Dictionary for Advanced Learners, Oxford Bloomsbury Publishing, 2002 Russel, Robert J., “Theology and Science Current Issues and Future Directions,” hhtp// Diakses 29 Juni 2021. Schmidt, Johannes Dragsbaek, dan Hersh, Jacques, “introduction Globalisation or the Coming of Age of Capitalism,” dalam Johanes Dragsbaek Schmidt dan Jacques Hersh ed., Globalisation and Social Change, London and New York Routledge, 2000 The Freedom House Survey Team, “Freedom in World 2002 The Democracy Gap,” Diakses 30 Juni 2021. Thiselton, Anthony C., New Horizons in Hermeneutics, Michigan Zondervan Publishing House, 1992. Voll, John O., “Islamic Studies after Orientalism and Area Studies”, dalam Isma-ae Alee ed., Islamic Studies in Asean Presentation of an International Seminar, Thailand College of Islamic Studies Prince of Songkla University, 2000 Waardemburg, Jacques, “The Language of Religions and the Study of Religion as Sign System?,” ini Lauri Honko ed., Science of Religion Studies in Methodology, Paris Mouton Publishers, 1979 Yasuda, Nobuyuki, “Law and Development in ASEN Countries,” ASEN Economic Bulletin, November 1993 459-469. Yavari, Neguin, “Muslim Communities in New York City,” ISIM Newsletter, No. 10 2002 Yemelianva, Galina, “Islam and Power in Post-Communist Islam Russia”, ISIM Newsletter, No. 10 2002 JAKARTA - "Apa yang akan terjadi pada pekerjaanku? Apa yang akan terjadi dengan uang saya? Apa yang akan dilakukan anak saya? Apakah dia akan memberontak? Apa yang akan dilakukan anak saya?" Dilansir di About Islam, Senin 22/6, kita begitu khawatir dengan hal-hal kecil ini sehingga kita lupa Allah mengendalikan masa depan dan Dia memilikinya. Sebenarnya, setan ingin agar kita khawatir tentang masa depan dan terus khawatir. Kita terus mengkhawatirkan orang lain tentang apa yang akan mereka lakukan dan bagaimana mereka akan merasa seperti dalam kendali mereka. Kita nyaris tidak bisa mengendalikan diri kita sendiri, tetapi kita pikir kita bisa mengendalikan apa yang akan dilakukan oleh orang lain di sekitar kita dan bagaimana masa depan mereka nantinya dan kita ingin mengendalikan masa depan mereka . Anda memiliki seorang ibu yang setiap hari bertanya, “Mengapa putri saya tidak punya bayi? Kapan dia akan punya bayi?" Kita sepenuhnya mengikuti keinginan setan. Itu bisa menjadi hal yang paling tidak bersalah, tetapi setan ingin kita menjadi seperti itu karena ketika kita melakukan itu maka kita tidak senang dengan apa yang telah Allah berikan kepada kita. Kita dengan mudah lupa orang yang bertanggung jawab adalah Allah dan orang yang mengendalikan semua orang adalah Allah. Kita sebenarnya tidak bertanggung jawab atas anak-anak kita. Begitu mereka mencapai usia tertentu, apa yang mereka lakukan adalah antara mereka dan Allah. Yang bisa kita lakukan adalah memberi mereka nasihat, tetapi keputusan mereka akan menjadi milik mereka. Nabi Muhammad SAW berkata ke anak perempuannya tercinta dan berkata "Fatimah, putri Muhammad pemikirannya adalah milik Allah karena aku tidak dapat mengendalikan dia ketika berada di hadapan-Nya." Itulah yang dikatakan Nabi Muhammad kepada putrinya sendiri, jadi bagaimana kita memiliki kendali atas orang lain, bahkan di dalam keluarga kita sendiri? Allah ingin kita berpikir kita bertanggung jawab dan itu sebenarnya sesuatu yang hanya berhak Allah lakukan. Dan itu menghabiskan pikiran kita dengannya ketika mencoba untuk mengendalikan orang, itu menjadi bumerang, itu tidak pernah berhasil. Kita tidak pernah bisa mengendalikan orang. Ketika kita tidak bisa mengendalikan orang, kita menjadi semakin cemas, kita berpikir negatif terus-menerus dan ketika kita menjadi negatif terus-menerus, tidak mungkin bagi kita untuk bersyukur. 
 Dan Anda tidak akan menemukan kebanyakan dari mereka bersyukur [kepada Anda]. Alquran Al araf ayat 17. Mereka tidak bersyukur karena mereka akan berpikir negatif setiap saat, mereka akan cemas tentang masa depan sepanjang waktu. Ini adalah salah satu trik setan untuk membuat kita bingung bahwa kita ada hubungannya dengan masa depan dan membuat kita pesimis tentang masa depan. Tidak ada yang akan berhasil, itu semua akan menjadi buruk. Ketika kita menjadi sangat negatif dan kemudian menular. Jadi, jika kita pesimistis, bagaimana kita bisa memiliki harapan pada Allah? Bagaimana kita bisa memiliki rasa pesimis dan kepercayaan pada Allah dalam satu waktu? Dengan hati apa kita berdoa kepada Allah jika kita telah menerima kekalahan di dalam diri? Dengan demikian kita memutuskan hubungan paling penting yang kita miliki dengan Allah, yang meminta dan berharap kepada-Nya. Setan tidak memiliki harapan dan dia ingin kita tidak memiliki harapan. Ini adalah serangannya dari depan. - Pikiran manusia kerap dipenuhi dengan bayangan-bayangan di masa depan. Namun terlalu memikirkan masa depan, sama seperti membeli furnitur untuk rumah yang bahkan belum dibangun. Ketika furnitur tersebut berada di tangan, kita tidak punya tempat untuk meletakkannya. Akibatnya, barang-barang itu akan memadati hidup di masa sekarang. Dengan kata lain, terlalu memikirkan masa depan sama artinya dengan mengisi hari-hari dengan pikiran, perhatian, antisipasi, dan kecemasan yang mungkin tidak akan pernah terjadi. Dalam sebuah artikel yang diunggah di About Islam, manusia kerap terburu-buru menuju masa depan demi sesuatu yang disebut sebagai kebaikan. Saat masih anak-anak, tidak sedikit yang ingin cepat besar sehingga bisa bermain dengan teman-teman lain yang lebih saat remaja, kita tidak bisa menunggu untuk menjadi dewasa dan bebas dari batasan orang tua. Nantinya saat dewasa, manusia sudah bermimpi tentang masa pensiun ketika akhirnya dapat menikmati semua waktu luang yang ada. Manusia kerap memiliki kecenderungan bergegas ke masa depan demi kebaikan yang dirasa ada di sana. Tetapi tidak ada yang bisa menjamin hari esok. Tidak ada jaminan apa pun darinya. Ketika kita menaruh terlalu banyak harapan di hari esok, hal ini berisiko membawa hasil yang berbahaya. Manusia akan mulai merasa berhak atas masa depan tertentu yang mungkin tidak pernah masa depan yang diharapkan itu tidak terjadi, manusia bisa menjadi sangat emosional dan sengit. Lebih parah, manusia bisa kehilangan momen menikmati berkah yang didapat di momen saat ini. Allah SWT telah memberi tahu tentang itu dalam Alquran dengan sangat jelas. Dalam QS An-Nahl ayat 1, Allah SWT berfirman, "Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat datangnya. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan".Ayat ini mengingatkan tentang sifat Hari Akhir yang tidak diketahui, tetapi juga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang akan telah diatur akan datang pada saatnya. Manusia diminta untuk sabar hingga saatnya harus menjalani hidup dengan berpikir dan berharap untuk masa depan, hal ini dapat dilakukan dengan mengingat kita akan menerima yang baik di kehidupan selanjutnya, untuk kebaikan yang kita lakukan dalam kehidupan kita hanya bisa bertemu dengan kesenangan di akhirat dengan mengambil tindakan di masa sekarang. Jadi mari berharap untuk rahmat Allah dan menyerahkan masa depan kehidupan ini kepada kehendak Allah. Alasan lain seorang manusia memikirkan masa depan karena memikirkan kemungkinan kejahatan yang bisa saja terjadi. Sebagai manusia, kita sering menghabiskan banyak waktu mengkhawatirkan hal-hal buruk apa yang akan terjadi di masih anak-anak, kita khawatir tentang waktu tidur dan monster yang mungkin menunggu kita dalam gelap. Sebagai remaja, muncul kekhawatiran akan pekerjaan dan pernikahan. Setelah dewasa, terpikirkan hal-hal seperti kemiskinan, penyakit, dan yang tentang masa depan adalah sesuatu yang hampir semua orang lakukan. Namun tidak peduli berapa banyak asuransi yang dibeli dengan tujuan melindungi diri dari apa yang akan datang, manusia tidak dapat mengubah kehendak Allah SWT untuk masa Muhammad SAW juga tidak bisa mengetahui masa depannya atau mengubahnya. Allah SWT berfirman dalam Alquran QS Al-A'raf ayat 188, "Katakanlah hai Muhammad, "aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".Di balik kekhawatiran-kekhawatiran itu, seharusnya manusia memahami jika setan kerap memanfaatkannya. Seperti Nabi Muhammad, umat-Nya juga tidak memiliki kuasa atas apa yang terjadi di masa depan. Ketika manusia membebani pikirannya tentang hari esok, bisa jadi manusia menjadi mangsa salah satu trik SWT memberi tahu dalam Alquran QS Al-Baqarah ayat 268, "Syaitan menjanjikan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan kikir; sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengatahui". Seringkali, cara ini adalah trik yang efektif. Berapa banyak yang telah melakukan perbuatan haram karena takut akan kemiskinan, sementara ketakutan itu sama artinya dengan kehilangan kesempatan untuk percaya kepada Allah SWT? Berapa banyak manusia yang menjadi kikir karena mereka takut akan malapetaka, sementara pikiran itu menghilangkan kesempatan untuk Allah SWT ganti berkali-kali karena telah berbagi dalam amal? Berapa banyak yang menjadi frustrasi dan kecewa dengan mencoba memaksakan hasil di masa depan yang tidak tertulis, sementara kehilangan berkat saat ini? Kekhawatiran yang ada pada manusia sama saja dengan meremehkan kebijaksanaan dan kemampuan Allah SWT untuk menyediakan masa depan. Jika umat Muslim harus khawatir tentang masa depan, Hari Penghakiman adalah satu-satunya masa depan yang kita tahu pasti dan layak untuk dicemaskan. Manusia bisa berusaha mencegah hasil yang buruk dengan mengambil tindakan saat ini. Takutlah akan hukuman Allah dan tinggalkan urusan masa depan kehidupan sesuai atas kehendak Allah SWT. Yang bisa manusia lakukan saat ini hanyalah bersiap dan biarkan mengalir seperti yang telah ditetapkan. Namun, bukan berarti pula menusia berpasrah tanpa berusaha. Berusaha mencari cara adalah bagian dari kehidupan. Seperti yang kita lihat dalam hadits riwayat Tirmidzi berikut "Suatu hari Nabi Muhammad melihat seorang Badui meninggalkan untanya tanpa mengikatnya. Nabi lantas bertanya kepada orang Badui itu 'Mengapa kamu tidak mengikat unta kamu?' Orang Badui itu menjawab 'Saya menaruh kepercayaan pada Allah'. Nabi kemudian berkata Ikatkan unta Anda terlebih dahulu, kemudian taruh kepercayaan Anda kepada Allah". Dalam hidup, manusia harus mencari cara memudahkan kehidupan. Meninggalkan masa depan bukan berarti tidak melindungi diri sendiri dari bahaya kehilangan milik kita. Ketika manusia menyibukkan pikiran dengan masa depan, terkadang membuat kita melupakan kebijaksanaan dan kemampuan tertinggi Allah SWT. Manusia jadi merindukan berkah masa kini; membuang-buang waktu, dan kehilangan kesempatan mempersiapkan akhirat. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini

masa depan dunia menurut islam